Terdapat beberapa faktor penyebab kerusakan las yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Faktor desain konstruksi;
Desain konstuksi las yang buruk dapat menyebabkan kegagalan berupa distorsi pada keseluruhan rakitan, dan kegagalan berupa keretakan akibat tegangan sisa, displacement (geser), dan notch (takik).
2. Faktor teknik pelaksanaan;
Persiapan, acuan, prosedur, dan pelaksana yang kurang atau tidak terkualifikasi dapat menyebabkan kegagalan pengelasan yang dapat berakibat fatal.
3. Faktor struktural;
Perubahan struktural baik di dalam bahan las maupun bahan induk sebagai akibat suhu pengelasan dan perlakuan serta pengelolaan termal yang salah, atau komposisi kimia bahan induk maupun bahan las yang tidak kompatibel dapat menyebabkan berupa retak panas dan retak dingin.
Faktor ini dapat berupa kondisi lingkungan sewaktu pengelasan dilaksanakan atau kondisi operasi yang sangat mempengaruhi sifat yang berakibat pada kegagalan kinerja sambungan las seperti serangan karat, creep, fatigue, dan cacat lainnya.
Keempat faktor utama ini jika ditelusuri bermuara pada human error, yakni berupa manajemen yang kurang baik yang mengakibatkan kurangnya mutu sumberdaya manusia, seperti skill (keterampilan), knowhow (pengetahuan), dan pengalaman yang didukung oleh kompetensi atau kehandalan yang profesional.
JENIS - JENIS KERUSAKAN LAS
Berbagai jenis kerusakan las yang sering di dapati di dalam kegiatan industri adalah sebagai berikut :
a. Distorsi atau metal upset
Kerusakan ini berupa berubahnya bentuk dan posisi konstruksi las yang bukan hanya menyebabkan buruknya tampak wujud, namun juga menyebabkan straining dan stress pada konstruksi lain yang berhubungan dengan konstruksi las yang bermasalah tersebut. Distorsi ini pada umumnya disebabkan oleh kesalahan pelaksanaan pengelasan yang diawali dari fitting yang tidak akurat/ tepat, masukan panas yang tidak merata dan seimbang, pemilihan bahan yang berkoefisien mulai terlalu besar, serta pelaksanaan yang tidak sesuai prosedur yang benar.
b. Cacat las
Cacat las dapat berupa cacat yang visual atau cacat permukaan seperti spatters, pinhole, porosity, concavity, undercut, dan lain-lain. Cacat non visual yang terletak di akar las, yang walaupun dipermukaan namun praktis tidak tampak, seperti incomplete penetration, blow hole, excessive penetration, dan lain-lain. Cacat internal yakni cacat yang berada di dalam bahan las yang hanya dapat terungkap melalui uji tanpa merusak, seperti slag inclusion, porosity, incomplete fusion, hollow bead, internal cold lap, dan lain-lain.
c. Retak
Retak sengaja tidak dimasukkan ke dalam jenis cacat dalam butir b karena memiliki kekhususan, baik jenis maupun penyebabnya. Adapun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :
1. Retak panas, yakni retak yang terjadi pada suhu antara 500 derajat celsius sampai 900 derajat celsius yang terdiri dari retak solidifikasi (pembekuan).
2. Retak dingin, yakni retak yang terjadi pada beberapa menit hingga 48 jam setelah pengelasan, karenanya juga disebut retak lambat. Retak ini terjadi pada suhu dibawah 300 derajat celcius di daerah terimbas panas seperti misalnya toe crack atau notch, underbead crack, dan lain-lain.
3. Retak karat tegangan. Retak ini bersifat transgrannular dan disebabkan kombinasi antara tegangan dan proses pengkaratan. Serangan karat dapat dipicu oleh keberadaan caustic dalam konsentrasi dan suhu tertentu, chlorine (khusus pada baja nir roda jenis austenitic) pada konsentrasi diatas 50 ppm, dan keberadaan hidrogen atau sulfur di dalam bahan las yang menyebabkan penggetasan.
4. Retak akibat ketidakcocokan material (incompatibility) antara bahan induk dengan bahan las.
d. Serangan karat
Serangan karat yang menyebabkan kegagalan las antara lain adalah : karat galvanic, karat mercury, karat grafitasi, karat leaching, (dizincfication, dialuminization, dan lain-lain).
e. Kegagalan akibat operasional
Kegagalan ini diakibatkan oleh proses erosi/ abrasi, creep, fatigue, overheating, beban atau tekanan kejut (seperti flash, water hammer), dan lain-lain.
PROSEDUR PELAKSANAAN
Kerusakan tidak boleh dihadapi secara reaktif dan tergesa-gesa. Langkah-langkah penanggulangan kerusakan las harus dihadapi dengan tenang dan dengan pertimbangan yang matang.
Adapun prosedur pelaksanaan perbaikan las yang benar adalah sebagai berikut :
- Terlebih dahulu dilaksanakan analisa kegagalan (failure analysis) untuk mencari sebab-sebab kegagalan. Untuk itu diperlukan dukungan referensi yang lengkap seperti standard code, specification sheet, technical drawing, purchase order, manual, WPS dan PQR (spesifikasi prosedur las dan rekaman kualifikasi prosedur), riwayat pemeliharaan peralatan (maintenance history card), laporan dan rekomendasi inspeksi, manufacturer dan material certificate, kondisi operasi, serta good engineering practice.
- Setelah ditemukan sebab-sebab kegagalan las, dipersiapkan spesifikasi prosedur las yang tepat yang didukung rekaman kualifikasinya. Jika dokumen tersebut belum tersedia harus diupayakan penyusunannya.
- Jika WPS dan PQR telah tersedia, dipersiapkan seluruh bahan dan sarana perbaikan yang diperlukan termasuk peralatan keselamatan kerja personel dan alat pemadan kebakaran.
- Direkrut tenaga pelaksana yang terkualifikasi dan berkompetensi.
- Dipersiapkan lingkungan kerja yang aman seperti didapatkannya fire permit dan safety permit.
- Pelaksanaan kerja tidak dapat dimulai tanpa rekomendasi pihak inspeksi terlebih dahulu. Pada hakikatnya pelaksanaan weld repair hanya mengacu pada rekomendasi pihak inspeksi.
- Pihak pelaksana harus diberi pengarahan terlebih dahulu tentang metode kerja yang baik seperti misalnya : penggunaan weather shield (pelindung cuaca), penggunaan peralatan keselamatan personel, penyediaan fire estinguishes portable (botol pemadam kebakaran), metode cutting, fitting, tack welding, dan pengelasan yang benar.
- Inspektor las atau kepala kerja (foreman atau supervisor) harus terlebih dahulu meyakinkan bahwa seluruh perlengkapan kerja dalam kondisi layak digunakan seperti : kabel las, klem las, tang las, mesin las yang terkalibrasi secara up to date, gerinda, air arc gouger atau oxy cutter, botol-botol gas argon, CO2, acetylene dan oksigen, dan lain-lain yang dianggap perlu.
- Perlu diperhatikan ketersediaan peralatan uji lapangan yang memadai seperti peralatan radiografi, PT/ MT, UT, peralatan hydro atau pneumatic test, peralatan PWHT, hardness test dan lain-lain.
- Harus diperhatikan keberadaan peralatan keselamatan personel yang lengkap dan layak guna seperti : welding mask, safety goggles, apron, gloves, boot, leg protector, ear pug, safety helmet, safety belt, survey meter, film badge, pocket decimeter, perancah kerja dan working platform yang benar dan aman, safety rope, first aid kit, dan lain-lain.